FRANCHISE TOP SECRET
Oleh
IR. R. SERFIANTO D. PURNOMO
CITA YUSTISIA SERFIYANI, SH
ISWI HARIYANI, SH, MH
ISWI HARIYANI, SH, MH
Penerbit ANDI - Jogjakarta
Tahun : 2016
Di masa kini, kekuatan
ide/gagasan lebih menonjol dibandingkan kekuatan materi dan kekuasaan. Ide
cerdas yang mewujud dalam bentuk ciptaan baru, inovasi baru dan desain baru,
dalam banyak kasus justru lebih efektif mengubah peradaban umat manusia.
Sejarah dunia membuktikan betapa dahsyat peran individu-individu yang kreatif
dan inovatif dalam mengubah arah peradaban. Hal inilah yang mendorong
negara-negara maju sangat peduli terhadap HAKI dan Ekonomi Kreatif. Jika kita
punya daya kreasi dan inovasi, maka dunia bisa ada di genggaman tangan kita.
Kita pun bisa mengubah dunia tanpa harus menjadi super hero ala komik Marvel.
Ekonomi Kreatif (termasuk
industri kreatif) diyakini akan menjadi sektor andalan ekonomi dunia di masa
depan, setelah era ekonomi pertanian, ekonomi indutri dan ekonomi informasi. Negara
industri maju sudah menyadari pentingnya pengembangan ekonomi kreatif sehingga
mereka memiliki komitmen kuat untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
dan membuat regulasi perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI).
Sejumlah insentif dan dukungan anggaran negara pun diberikan kepada para pelaku
ekonomi kreatif agar mampu bersaing di pasar global.
Presiden
Joko Widodo berkomitmen akan membangun Ekonomi Kreatif sebagai salah satu
prioritas pembangunan nasional. Beliau menekankan pentingnya Ekonomi Kreatif
sebagai penyedia lapangan kerja dan perwujudan daya saing Indonesia di masa mendatang.
Ekonomi Kreatif seperti film, musik, seni pertunjukan, animasi dan game sudah berkembang, sehingga jika
digarap lebih serius dapat menawarkan lapangan kerja bagi banyak anak muda.
Ekonomi Kreatif juga diyakini dapat menjawab tantangan globalisasi termasuk era
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan dimulai 1 Januari 2015.
Presiden
Joko Widodo pada 26 Januari 2015 mendirikan badan khusus setingkat menteri bernama
Badan Ekonomi Kreatif (BEK) yang dipimpin oleh Triawan Munaf. Pendirian BEK
didasari pertimbangan ke-15 sub-sektor Ekonomi Kreatif tersebar di banyak
kementerian dan lembaga negara/swasta. Pembentukan badan khusus ini dinilai
lebih tepat dibandingkan memasukkan Ekonomi Kreatif kedalam Kementerian
Pariwisata. Saat ini sektor Ekonomi Kreatif menjadi sektor strategis dalam
pembangunan nasional karena sektor ini telah berhasil menyumbang 7% PDB
Indonesia. Ekonomi kreatif Indonesia
berhasil menyerap 11,8 juta orang tenaga kerja atau setara dengan 10,72% dari
total tenaga kerja nasional. Sektor unggulan yang baru ini juga sukses
mendulang devisa negara sebesar Rp 119 triliun atau setara 5,72% dari total
ekspor nasional.
Pada
2013, sektor Ekonomi Kreatif Indonesia berhasil tumbuh 5,76%, sementara pertumbuhan
ekonomi nasional berada di angka 5,74%. Dengan dorongan kuat dari pemerintahan baru
Joko Widodo-Jusuf Kalla, kita pantas
berharap Ekonomi Kreatif Indonesia akan
tumbuh lebih pesat, sehingga kita tidak kalah dengan sesama negara Asia seperti
Korea Selatan, India, Jepang, China, Hongkong dan Taiwan yang industri kreatifnya lebih dulu
mampu menembus pasar negara
maju.
Ekonomi
Kreatif tidak dapat dilepaskan dari investasi HAKI. Ekonomi Kreatif adalah
sektor ekonomi yang sangat mengandalkan SDM yang kreatif dan inovatif. Kreatif
artinya memiliki daya cipta, sedangkan inovatif artinya mampu menemukan inovasi
teknologi atau desain baru. Kreatifitas manusia di bidang ilmu pengetahuan,
seni dan sastra dilindungi HAKI berbentuk Hak Cipta. Sedangkan inovasi
dilindungi HAKI berbentuk Hak Paten, Merek, Desain Industri, Desain Tata Letak
Sirkuit Terpadu (DTLST), Rahasia Dagang, dan Perlindungan Varietas Tanaman
(PVT).
Ekonomi
Kreatif dan HAKI juga berkaitan dengan Waralaba (franchise). Para pelaku ekonomi kreatif adalah juga pemilik HAKI
yang dapat mengembangkan usahanya melalui format bisnis waralaba. Pemilik HAKI
(pencipta, penemu, pendesain) memiliki hak eksklusif (hak istimewa) untuk
memanfaatkan sendiri HAKI-nya atau mengajak pihak lain bekerjasama dalam bentuk
perjanjian lisensi atau perjanjian waralaba. Pemilihan format bisnis waralaba
saat ini sudah jamak dilakukan di berbagai subsektor ekonomi kreatif seperti kuliner, musik, seni pertunjukan, acara televisi dan permainan interaktif.
Investasi HAKI berkaitan erat dengan investasi Warisan
Budaya (cultural heritage). Investasi HAKI meliputi HAKI milik privat
(Hak Cipta, Paten, Merek, Desain Industri, DTLST, Rahasia Dagang, PVT), HAKI
milik publik yaitu Warisan Budaya (Cagar Budaya, Pengetahuan Tradisional,
Ekspresi Budaya Lokal, Sumberdaya Genetika) dan HAKI milik komunitas (Indikasi Geografis dan
Indikasi Asal).
Investasi Ekonomi Kreatif
meliputi 15 subsektor yaitu: periklanan,
arsitektur, desain, pasar barang seni, kerajinan, musik, fesyen/mode, permainan
interaktif, video-film-fotografi, seni pertunjukan, layanan komputer dan
piranti lunak, riset dan pengembangan, penerbitan
dan percetakan, televisi dan radio,
serta kuliner.
Investasi HAKI, Warisan Budaya dan Ekonomi Kreatif
dapat dilakukan oleh perorangan, komunitas (kelompok masyarakat), perusahaan
swasta, BUMN, BUMD, pemerintah pusat/daerah, lembaga negara, lembaga swasta
(yayasan, perkumpulan, koperasi), media massa, sekolah/universitas, dan lembaga
penelitian. Sedangkan investasi Waralaba umumnya dilakukan oleh perorangan dan
perusahaan swasta.
Pengembangan Ekonomi Kreatif mensyaratkan adanya perlindungan HAKI dan Warisan Budaya. Beberapa subsektor Ekonomi Kreatif juga dapat dikembangkan melalui format bisnis Waralaba. Investasi HAKI, Warisan Budaya, Waralaba dan Ekonomi Kreatif, sebagaimana investasi pada umumnya, juga dapat berisiko untung atau rugi. Investasi ini berbeda dengan investasi di pasar keuangan (pasar modal dan pasar uang) atau pasar komoditi. Masyarakat yang berinvestasi di pasar keuangan dan pasar komoditi kebanyakan hanya berstatus investor biasa yang tidak perlu terjun langsung di bidang bisnis. Investasi ini juga berbeda dengan investasi properti atau logam mulia (emas, perak, dll). Dalam investasi properti atau logam mulia, kita hanya dituntut pandai berjual-beli, artinya tahu kapan harus membeli dan kapan harus menjual aset.
Pengembangan Ekonomi Kreatif mensyaratkan adanya perlindungan HAKI dan Warisan Budaya. Beberapa subsektor Ekonomi Kreatif juga dapat dikembangkan melalui format bisnis Waralaba. Investasi HAKI, Warisan Budaya, Waralaba dan Ekonomi Kreatif, sebagaimana investasi pada umumnya, juga dapat berisiko untung atau rugi. Investasi ini berbeda dengan investasi di pasar keuangan (pasar modal dan pasar uang) atau pasar komoditi. Masyarakat yang berinvestasi di pasar keuangan dan pasar komoditi kebanyakan hanya berstatus investor biasa yang tidak perlu terjun langsung di bidang bisnis. Investasi ini juga berbeda dengan investasi properti atau logam mulia (emas, perak, dll). Dalam investasi properti atau logam mulia, kita hanya dituntut pandai berjual-beli, artinya tahu kapan harus membeli dan kapan harus menjual aset.
Sebaliknya, investor yang
ingin berinvestasi di bidang HAKI, Warisan Budaya, Waralaba dan Ekonomi Kreatif
harus terjun langsung sebagai pemilik HAKI (pencipta, penemu, pendesain), sebagai
pengelola warisan budaya, sebagai pelaku waralaba (pemberi dan penerima
waralaba), dan juga sebagai pelaku ekonomi kreatif. Karena harus terjun
langsung, maka investor yang ingin berinvestasi di bidang HAKI, Warisan Budaya,
Waralaba dan Ekonomi Kreatif, harus lebih dulu memahami seluk beluk keempat bidang
tersebut agar terhindar dari kerugian.
Modal utama investasi ini
bukanlah kekayaan materi atau kekuasaan, namun kekayaan non-materi (modal intelektual)
berupa kreatifitas dan inovasi. Sebesar apapun modal materi dan kekuasaan yang
kita miliki pastilah ada batasnya. Hal ini tidak berlaku pada modal intelektual
manusia yang tak kenal batasan kecuali dibatasi oleh kehendaknya sendiri.
Sejarah membuktikan kreatifitas dan inovasi adalah sumber daya karunia Tuhan
yang tak akan pernah ada habisnya.
Investasi HAKI dapat memberikan keuntungan ekonomi dan moral. Pemilik HAKI (pencipta, inovator, pendesain) memiliki hak moral yaitu hak untuk tetap dicantumkan namanya pada hasil karyanya, meskipun hak tersebut telah dialihkan ke pihak lain. Dengan kata lain, investasi HAKI dapat mewariskan nama besar hingga ke anak cucu. Pemilik HAKI juga dapat mengembangkan usaha waralaba dan ekonomi kreatif. Tidak hanya itu, seorang individu yang sukses di bidang HAKI juga memiliki kekuatan untuk mengubah masyarakat, bangsa, bahkan dunia.
Investasi HAKI dapat memberikan keuntungan ekonomi dan moral. Pemilik HAKI (pencipta, inovator, pendesain) memiliki hak moral yaitu hak untuk tetap dicantumkan namanya pada hasil karyanya, meskipun hak tersebut telah dialihkan ke pihak lain. Dengan kata lain, investasi HAKI dapat mewariskan nama besar hingga ke anak cucu. Pemilik HAKI juga dapat mengembangkan usaha waralaba dan ekonomi kreatif. Tidak hanya itu, seorang individu yang sukses di bidang HAKI juga memiliki kekuatan untuk mengubah masyarakat, bangsa, bahkan dunia.
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN
KATA-KATA BIJAK
UCAPAN TERIMA KASIH
KATA PENGANTAR
RINGKASAN
DAFTAR ISI
BAB 1. PENDAHULUAN
BAB 2. SEJARAH DAN PROSPEK BISNIS WARALABA
1.
Sejarah
Sistem Bisnis Waralaba
2.
Prospek
Bisnis Waralaba di Indonesia
BAB 3. PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP WARALABA
1.
Pengertian
Bisnis Waralaba
2.
Ruang Lingkup
Bisnis Waralaba
3.
Unsur-unsur
Bisnis Waralaba
4.
Keunggulan
dan Manfaat Investasi Waralaba
BAB 4. REGULASI BISNIS WARALABA
1.
Regulasi
Bisnis Waralaba di Indonesia
2.
Enam Kriteria
Bisnis Waralaba
3.
Aspek Perlindungan
Hukum
BAB 5. PEMBATASAN GERAI WARALABA
BAB 6. PERJANJIAN DAN PROSPEKTUS WARALABA
1.
Perjanjian
Waralaba (Franchise Agreement)
2.
Prospektus
Penawaran Waralaba
3.
Perjanjian
Lisensi HAKI
4.
Hak Kewajiban
Pemberi dan Penerima Waralaba
5.
Syarat Sah
Perjanjian dan Asas-Asas Perjanjian
6.
Akibat Hukum
dan Sumber Perjanjian
7.
Sebab-Sebab
Berakhirnya Perjanjian
BAB 7. WARALABA DAN HAKI
BAB 8. WARALABA DAN UU ANTI MONOPOLI
BAB 9. WARALABA DAN EKONOMI KREATIF
BAB 10. WARALABA DAN BISNIS DARING
BAB 11. WARALABA DAN MLM
BAB 12. PENYELESAIAN SENGKETA WARALABA
BAB 13. TIPS BIJAK INVESTASI WARALABA
1.
Mitos Seputar
Usaha Waralaba
2.
Tips Menjadi
Pemberi Waralaba (Franchisor)
3.
Tips Menjadi
Penerima Waralaba (Franchisee)
BAB 14. KISAH SUKSES WARALABA ASING
1.
Kisah Sukses
Waralaba McDonalds
2.
Kisah Sukses
Waralaba Kentucky Fried Chicken
3.
Kisah Sukses
Waralaba Starbucks
4.
Kisah Sukses
Waralaba Pizza Hut
5.
Kisah Sukses
Waralaba Dunkin Donuts
BAB 15. KISAH SUKSES WARALABA LOKAL
1.
Kisah Sukses
Waralaba Masakan Jepang
2.
Kisah Sukses
Waralaba De Tanjung
3.
Kisah Sukses
Waralaba Kedai Digital
4.
Kisah Sukses
Waralaba Tahu Kress
5.
Kisah Sukses
Waralaba Rocket Chicken
6.
Kisah Sukses
Waralaba Bakso Malang Kota Cak Eko
7.
Kisah Sukses
Waralaba Malibu 62 Studio
8.
Kisah Sukses
Waralaba Warnet Gue
9.
Kisah Sukses
Waralaba Inul Vizta
10. Kisah Sukses Waralaba Alfamart dan Alfamidi
BAB 16. PENUTUP
DAFTAR BACAAN
DAFTAR KONSULTAN WARALABA
50 WARALABA LOKAL DENGAN
INVESTASI TERJANGKAU
WARALABA DENGAN FRANCHISE
FEE DIBAWAH RP 100 JUTA
WARALABA DENGAN FRANCHISE
FEE DI ATAS RP 100 JUTA
BIODATA PENULIS BERTIGA
DAFTAR BUKU KARYA PENULIS
FOTO COVER BUKU KARYA
PENULIS
ISI SAMPUL BELAKANG
BONUS CD BERISI UU & PERATURAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar